Oleh: agriefishery | April 26, 2010

PERMASALAHAN RUMPUT LAUT INDONESIA

PERMASALAHAN

Indonesia yang memiliki wilayah pesisir yang sangat luas disepanjang pulau-pulau besar dan kecil. Walaupun demikian potensi kawasan pengembangan yang ideal bagi kegiatan pembudidayaan belum teridentifikasi secara menyeluruh. Perairan laut Indonesia yang umumnya dipengaruhi dua musim yaitu musim Barat dan Timur mempunyai rangkaian pengaruh pergerakan arus dan berbagai unsur lain didalamnya yang sangat  mempengaruhi daya dukung suatu perairan. Faktor pengaruh oseanografi menjadi hal yang sangat penting dalam pertimbangan untuk  penentuan kawasan pengembangan, agar aktivitas pembudidayaan dapat dilaksanakan secara produktif, efisien, berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan serta kualitas mutu produk yang baik..

Belum adanya peta kawasan pengembangan tata ruang yang ditunjang oleh daya dukung lingkungan merupakan masalah dalam pengembangan pembudidayaan yang optimal dan berkelanjutan. Disamping itu secara umum masih dihadapkan beberapa permasalahan kesenjangan informasi masyarakat utamanya kesenjangan informasi  pasar, informasi teknologi, dan sumber permodalan. Secara spesifik permasalahan yang dalam pengembangan rumput laut secara nasional meliputi

11.1 BIBIT

Bibit yang dipakai dan dikembangkan oleh masyarakat sampai saat ini masih didapat dari hasil pengembangan secara vegetatif  yaitu  dengan cara menyisihkan thalus hasil budidaya milik sendiri. Keterampilan untuk menyeleksi thalus yang baik untuk bibit tentu sangat beragam dan sebagian besar dari masyarakat masih  memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat terbatas sehingga hasil produksi  panen yang dihasilkan sering tidak optimal. Belum tersedianya  sentra untuk menunjang  kawasan-kawasan pengembangan pembudidayaan menyebabkan  masyarakat kesulitan  mengembangkan usaha pembudidayaan mengikuti musim tanam yang sesuai.

Sampai saat ini sentra pembibitan untuk pengembangan budidaya rumput laut baru dimulai di beberapa tempat seperti :  (1). Sentra pembibitan Gracilaria sp. terletak di wilayah Bekasi (Jawa Barat), Palopo (Sulawesi Selatan) (2).  Sentra pembibitan Eucheuma cotononii di wilayah Sekotong (Provinsi Nusa Tenggara Barat) Loka Budidaya Laut Lombok, UPT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Sawanngan Nusa Dua (Bali).

11.2 HAMA DAN PENYAKIT

Hama dan penyakit pada kegiatan pembudidayaan rumput laut masih banyak dihadapi masyarakat pembudidaya. Adanya berbagai kasus hama dan penyakit sangat terkait dengan  pemilihan lokasi dan  daya dukung lingkungan pengembangan budidaya yang dipengaruhi oleh musim, tata ruang, habitat predator dan lainnya.

Hama yang biasa menyerang bibit rumput laut adalah ikan baronang, penyu, (larva coret) bulu babi, dan tumbuhan pengganggu lainnya. Penyakit yang biasa muncul pada rumput laut adalah ice-ice. Penyakit ini banyak disebabkan oleh  kondisi ekstrim perairan seperti faktor rendahnya salinitas akibat sering turun hujan, suhu air yang terlalu panas (lebih dari 31 ºC) biasanya suhu permukaan atau terlalu dingin (kurang dari 26 ºC) . Pencegahannya adalah dengan penentuan lokasi, musim tanam,  dan teknologi yang tepat serta pengontrolan yang rutin. Jangka panjangnya yaitu mencari bibit unggul baru.

11.3 PASCA  PANEN

Penanganan pasca panen merupakan rangkaian kegiatan agribisnis rumput laut yang sangat menentukan dalam menghasilkan kualitas rumput laut.  Kualitas rumput laut yang memenuhi persyaratan ekspor dan pabrikan dalam negeri adalah: untuk jenis Eucheuma spp.; kadar air 31-35 %, kotoran dan garam tidak lebih dari 5 %, dan rendemen tidak kurang dari 25 %.  Sedabgkan untuk jenis Gracilaria spp.; kadar air 18 – 22 %, kotoran dan garam tidak lebih dari 2 %, dan rendemen 14 – 20 %.

Permasalahan adalah banyak dijumpai usia panen yang masih muda, dan penanganan pasca panen. Petani tidak melakukan penjemuran rumput laut hingga kadar air yang di tetapkan. Di beberapa daerah kadar air yang dibeli di petani bisa mencapai di atas 40 % dengan demikian gadar garampun akan lebih tinggi dari 5 %.  Hal ini akan menyebabkan rumput laut rusak pada saat penyimpanan dan transportasi.

Untuk memperbaiki kualitas tersebut eksportir atau pabrikan harus mengeringkan kembali dan membersihkan garam yang menempel pada rumput laut, hal ini memerlukan biaya  dan penyusutan berat akibat pengeringan ulang dan pembersihan garam.

Beberapa hal yang menyebabkan petani tidak memperhatikan kualitas rumput laut yang di jualnya antara lain:

■       Para pembeli tidak memperhatikan kualitas rumput laut yang dibelinya, tetapi hanya untuk memenuhi jumlah kebutuhan rumput laut pemesannya.

■       Pembeli cenderung membeli rumput laut pada daerah yang sama sehingga kualitas rumput laut tidak terkontrol.

■       Pembinaan / penyuluhan kepada pembudidaya tidak kontinyu.

■       Pengetahuan penyuluh budidaya dan teknologi pengolahan masih kurang.

■       Kurangnya tenaga penyuluh  dalam membina pembudidaya.

11.4 PEMASARAN

Faktor kualitas, transparansi pihak pabrikan, pedagang pengumpul, kelembagaan pembinaan /pendamping  sangat mempengaruhi  aspek pemasaran rumput laut disebagian besar  daerah pengembangan.  Banyak terjadi  kasus suatu daerah kelebihan produksi akan tetapi hanya dibeli oleh satu pembeli saja sehingga harga ditentukan sepihak oleh pembeli. Pada wilayah yang over produksi akan tetapi tidak ada pembeli yang masuk . Keadaan ini menyebabkan masyarakat pembudidaya menjadi tidak bergairah untuk membudidayakan rumput laut.

11.5 PERMODALAN

Belum berpihaknya perbankan terhadap usaha perikanan umumnya membawa dampak yang sangat  memberatkan dalam pengembangan usaha pembudidayaan perikanan secara nasional. Masyarakat  pengusaha rumput laut umumnya masyarakat yang mempunyai kemampuan akses yang sangat terbatas terhadap perbankan shingga dibutuhkan deregulasi kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat .

11.6 SUMBERDAYA  MANUSIA

Bertitik tolak dari kenyataan bahwa Indonesia menghadapi persaingan global dengan telah disepakati zona-zona perdagangan, ( AFTA, APEC, dan lainnya ) yang akan mempengaruhi berbagai   aspek kehidupan sehingga akan terjadi persaingaan global yang semakin  kompetitif. Agar Indonesia mampu berkompetisi dalam pedagangan dunia maka produk-produk hasil usaha harus memenuhi standard mutu dan permintaan harga internasional. Tuntutan pasar global mengharuskan usaha produksi dilakukan secara stantadar dan efisien. Untuk mencapai kualitas produksi yang standar dan efisien diharapkan kualiatas sumberdaya manusia yang mampu berkompetisi  secara global maka peningkatan kualitas SDM dari seluruh segmen pelaksana harus diberdayakan.  Untuk mampu bersaing secara kualitas membutuhkan SDM yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju dan terus berkembang.

Disadari keberadaan sumberdaya manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat terbatas. Keberadaan pemukiman yang tersebar dan terpencil menyulitkan sistim pembinaan dan alih teknologi dibidang budidaya masih sangat terbatas.

11.7 TATA  RUANG

Sejak diundangkan UU no 22 tahun 2000 tentang otonomi  daeah, banyak terjadi  penguasaan kemepemilikan daerah terhadap wilayah perairan laut yang berada diwilayahnya.  Daerah  mempunyai otoritas yang kuat untuk mengatur wilayah perairannya. Permasalahan muncul karena daerah belum mengatur   pemanfaatan atau tata ruang wilayah perairan pantainya,  sehingga  terjadi tumpang tindih antara berbagai kegiatan disuatu wilayah yang sama. Keadaan seperti ini  menjadikan penanam modal yang akan berinvestasi menjadi tidak  aman dalam jangka waktu  yang lama.

11.8 KEAMANAN

Faktor keamanan yang menyangkut kelangsungan usaha budidaya rumput laut ditempuh melalui pola pengamanan terpadu, di mana masyarakat setempat diikutsertakan dalam segmen-segmen usaha seperti pembibitan, pemeliharaan atau kegiatan lain yang mendukung usaha tersebut. Dengan demikian masyarakat sekitar kawasan usaha budidaya rumput laut merasa ikut menikmati hasilnya dan menjaga kelangsungan pembudidayaan rumput laut di wilayahnya.

SUMBER :

Profile Rumput Laut Indonesia. 2003. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.


Tanggapan

  1. cuy, bisa mencantumkan sumbernya ngga? bsa bwt bahan UAS gw nih bro, minimal bwt paper


Tinggalkan Balasan ke harits andhika Batalkan balasan

Kategori